Apa itu Sertifikat Laik Fungsi

Table of Contents

Apa itu Sertifikat Laik Fungsi: Pengertian, Manfaat & Cara Membuatnya

Sertifikat Laik Fungsi (SLF) adalah elemen krusial dalam industri konstruksi dan properti di Indonesia.

Namun, tidak sedikit pemilik bangunan atau pelaku usaha yang belum sepenuhnya memahami urgensi dan fungsi dari dokumen ini.

Padahal, keberadaan SLF tidak hanya berkaitan dengan pemenuhan regulasi, tetapi juga menjamin keamanan, kenyamanan, dan keselamatan pengguna bangunan.

Di tengah semakin ketatnya regulasi dan pengawasan dari pemerintah terhadap bangunan, khususnya di kota-kota besar, memiliki Sertifikat Laik Fungsi menjadi keharusan bagi setiap bangunan gedung yang telah selesai dibangun.

Tanpa dokumen ini, pemanfaatan bangunan secara legal bisa terhambat, bahkan berpotensi terkena sanksi administratif hingga denda.

Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang perizinan dan perencanaan bangunan, Serasy (PT. Semesta Rancang Symphoni) hadir sebagai mitra strategis Anda dalam pengurusan SLF secara cepat, legal, dan sesuai aturan. 

Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang apa itu Sertifikat Laik Fungsi, dasar hukum, manfaat, prosedur pengurusan, hingga estimasi biaya pembuatannya.

Apa Itu Sertifikat Laik Fungsi

Sertifikat Laik Fungsi (SLF) merupakan dokumen resmi yang mengukuhkan bahwa suatu bangunan gedung telah memenuhi standar kelaikan fungsi, baik dari segi teknis maupun administratif, sesuai dengan peraturan yang berlaku. 

Sertifikat ini dikeluarkan oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat tergantung dari jenis dan lokasi bangunan, biasanya melalui Dinas Cipta Karya atau Dinas Penataan Ruang dan Permukiman.

SLF hanya dapat diberikan setelah proses pemeriksaan menyeluruh dilakukan terhadap kondisi bangunan, termasuk sistem struktur, keselamatan kebakaran, sanitasi, pencahayaan, hingga aksesibilitas. 

Dokumen ini diterbitkan sebagai bentuk pengakuan resmi bahwa bangunan aman dan laik digunakan untuk kegiatan operasional.

Sertifikat Laik Fungsi wajib dimiliki oleh setiap pemilik bangunan yang telah selesai dibangun, baik itu gedung perkantoran, hunian bertingkat, rumah sakit, pusat perbelanjaan, hingga gedung pendidikan. 

Jika sebuah bangunan berdiri tanpa mempunyai sertifikat laik fungsi, penggunaan bangunannya dapat dianggap melanggar hukum.

Dasar Hukum Sertifikat Laik Fungsi

Untuk memahami pentingnya Sertifikat Laik Fungsi, kita perlu melihat regulasi yang melandasinya. 

SLF bukan hanya sekadar formalitas administratif, melainkan merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan berikut:

  1. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU ini merupakan payung hukum utama yang mewajibkan setiap bangunan gedung memiliki SLF sebelum dapat difungsikan.

  1. PP No. 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002

PP ini memberikan penjelasan teknis mengenai prosedur penerbitan SLF dan keterlibatan pihak-pihak terkait.

  1. Permen PUPR Nomor 27 Tahun 2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung

Peraturan ini memberikan pedoman pelaksanaan mulai dari pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan hingga penerbitan sertifikat.

  1. Peraturan Daerah (Perda)

Beberapa daerah di Indonesia juga memiliki Peraturan Daerah (Perda) tersendiri yang mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan teknis dan kewenangan dalam penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

Perda ini biasanya menyesuaikan dengan kondisi geografis, kebutuhan tata ruang, serta kapasitas kelembagaan pemerintah daerah setempat.

Dengan dasar hukum yang kuat tersebut, pengurusan SLF menjadi kewajiban hukum yang tidak bisa diabaikan oleh pemilik bangunan.

Kewajiban ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam menciptakan lingkungan bangunan yang aman dan layak huni.

Perbedaan SLF dan PBG

Dalam dunia perencanaan dan perizinan bangunan, dua istilah yang sering muncul adalah SLF (Sertifikat Laik Fungsi) dan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). 

Meski keduanya berkaitan erat dengan legalitas bangunan, namun secara fungsi, waktu pengurusan, hingga tujuan penggunaannya, SLF dan PBG memiliki perbedaan yang cukup signifikan. 

Memahami perbedaan ini penting agar proses pembangunan hingga pemanfaatan bangunan berjalan sesuai aturan.

1. Waktu Pengurusan

Perbedaan utama antara SLF dan PBG adalah waktu pengurusannya.

PBG diurus sebelum pembangunan dimulai. Dokumen ini adalah pengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan berfungsi sebagai bukti legal persetujuan pemerintah terhadap desain bangunan sebelum konstruksi fisik dimulai.

SLF, sebaliknya, diurus setelah pembangunan selesai. SLF menyatakan bahwa sebuah bangunan layak digunakan sesuai dengan fungsi dan standar teknis yang berlaku setelah selesai dibangun. 

Dengan demikian, PBG izin untuk membangun, sedangkan SLF adalah izin untuk menggunakan bangunan tersebut.

2. Fungsi dan Tujuan

PBG berfungsi sebagai persetujuan atas rencana teknis bangunan. Dokumen ini memastikan bahwa rancangan bangunan Anda sudah sesuai dengan ketentuan tata ruang, keselamatan, estetika kota, dan teknis lainnya.

SLF berfungsi sebagai pengesahan bahwa bangunan telah dibangun sesuai rencana dan memenuhi syarat kelaikan fungsi seperti struktur yang aman, sistem proteksi kebakaran, sanitasi, ventilasi, hingga aksesibilitas.

Singkatnya, PBG lebih berfokus pada rencana sebelum pembangunan, sementara SLF mengevaluasi dari hasil pembangunan yang sudah dilakukan.

3. Lembaga Penerbit

Kedua dokumen ini diterbitkan oleh instansi pemerintah daerah setempat, namun melalui proses yang berbeda:

PBG diterbitkan setelah melalui evaluasi teknis desain bangunan oleh dinas tata ruang atau perizinan.

SLF diterbitkan setelah bangunan diperiksa secara fisik oleh tim pengkaji teknis atau konsultan bersertifikat, kemudian disahkan oleh dinas terkait.

4. Masa Berlaku

PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) berlaku selama proses pembangunan, dan tidak akan kedaluwarsa selama pembangunan bangunan belum dimulai.

SLF memiliki masa berlaku tertentu. Untuk bangunan umum, SLF berlaku selama 5 tahun, sedangkan untuk rumah tinggal, masa berlakunya bisa mencapai 10 tahun, dan harus diperbarui secara berkala.

5. Konsekuensi Hukum

Tanpa PBG, pembangunan dianggap ilegal dan berisiko dihentikan paksa.

Tanpa Sertifikat Laik Fungsi (SLF), bangunan tidak diizinkan untuk operasional. Pelanggaran ini dapat mengakibatkan sanksi administratif, termasuk denda atau penyegelan.

Meskipun sama-sama penting, Sertifikat Laik Fungsi dan Persetujuan Bangunan Gedung memiliki perbedaan mendasar dari segi fungsi, waktu, dan tujuan. 

PBG dibutuhkan sebelum membangun, sedangkan SLF dibutuhkan setelah bangunan selesai dibangun.

Manfaat Memiliki Sertifikat Laik Fungsi

Sertifikat Laik Fungsi bukan sekadar dokumen administratif. Di balik selembar kertas tersebut, ada berbagai manfaat nyata yang dapat dirasakan oleh pemilik bangunan maupun pengguna bangunan. Berikut ini beberapa manfaat utama SLF:

Legalitas Pemanfaatan Bangunan

Sertifikat Laik Fungsi (SLF) merupakan dokumen resmi yang menyatakan bahwa sebuah bangunan telah memenuhi standar teknis, keselamatan, dan fungsionalitas berdasarkan peraturan pemerintah. 

Dokumen ini menegaskan bahwa bangunan layak digunakan sebagaimana tujuan awalnya, baik untuk hunian, komersial, maupun operasional lainnya. 

Tanpa SLF, penggunaan bangunan dapat dianggap ilegal, yang berisiko menyebabkan izin operasional terhambat, ditangguhkan, atau bahkan dibatalkan sepenuhnya oleh instansi berwenang.

Cek plagiasi by Smallseotools.com

Menjamin Keamanan dan Keselamatan

Sertifikat Laik Fungsi (SLF) memastikan bahwa sebuah bangunan telah melalui proses pemeriksaan teknis secara menyeluruh sebelum digunakan. 

Pemeriksaan ini mencakup aspek struktur bangunan, sistem proteksi kebakaran, jalur evakuasi, aksesibilitas untuk semua pengguna, serta kelengkapan fasilitas penunjang lainnya. 

Dengan SLF, bangunan dinyatakan memenuhi standar keamanan dan keselamatan, sehingga layak difungsikan secara legal dan aman.

Syarat dalam Pengurusan Perizinan Lain

Dalam beberapa kasus, Sertifikat Laik Fungsi (SLF) menjadi dokumen penting yang wajib dilampirkan sebagai syarat utama dalam pengajuan berbagai perizinan lanjutan. 

SLF sering kali masuk ke dalam dokumen persyaratan yang harus ada untuk mengurus izin lain seperti izin usaha, permohonan PBG tambahan, atau perubahan fungsi bangunan. 

Selain itu, SLF juga menjadi syarat teknis untuk memperoleh izin operasional dari dinas terkait, seperti Dinas Perindustrian, Dinas Kesehatan, hingga Dinas Pendidikan, tergantung pada jenis usaha yang dijalankan. 

Jika tidak ada sertifikat laik fungsi, bila ingin mengajukan izin lainnya dapat terhambat atau bisa juga ditolak.

Meningkatkan Nilai Investasi Bangunan

Bangunan yang sudah punya Sertifikat Laik Fungsi (SLF) biasanya punya nilai jual dan sewa yang umumnya lebih tinggi dari harga pasaran.

Hal ini karena SLF menjadi bukti resmi bahwa bangunan telah memenuhi standar keselamatan, kenyamanan, dan kelayakan fungsi sesuai regulasi.

Calon pembeli maupun penyewa akan merasa lebih percaya dan aman dalam menggunakan bangunan yang sudah tersertifikasi, sehingga meningkatkan daya tarik dan nilai ekonomis properti tersebut di pasar.

Menghindari Sanksi Administratif

Pemilik bangunan yang tidak memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF) berpotensi menghadapi konsekuensi hukum yang serius. 

Sanksi yang mungkin dikenakan meliputi teguran tertulis dari pemerintah, pembatasan atau penghentian penggunaan bangunan, serta denda administratif. 

Dalam kasus pelanggaran yang lebih berat atau terus-menerus, pemerintah juga memiliki kewenangan untuk memerintahkan pembongkaran bangunan demi menjaga keselamatan publik dan ketertiban umum.

Cara Mengurus Sertifikat Laik Fungsi

Sertifikat Laik Fungsi bisa diurus oleh pemilik bangunan atau melalui bantuan konsultan perizinan seperti Serasy. 

Proses pengurusan SLF tidak bisa dilakukan sembarangan, karena harus melewati tahapan teknis yang ketat. Berikut ini langkah-langkah umum dalam pengurusan SLF:

1. Persiapan Dokumen

Untuk mengurus sertifikat laik fungsi dibutuhkan beberapa dokumen yang harus dilengkapi, antara lain yaitu:

  • Salinan IMB atau PBG
  • As-Built Drawing (gambar bangunan aktual)
  • Laporan pengawasan pembangunan
  • Sertifikat SLO (Sertifikat Laik Operasi listrik)
  • Sertifikat sistem proteksi kebakaran
  • Dokumen lingkungan
  • Foto kondisi bangunan
  • Identitas pemilik

2. Pemeriksaan Lapangan

Tim pemeriksa dari pemerintah daerah atau konsultan independen akan melakukan pengecekan langsung terhadap kondisi fisik bangunan yang telah selesai dibangun. 

Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh elemen bangunan sesuai dengan perencanaan dan dokumen teknis yang telah diserahkan sebelumnya, seperti gambar arsitektur, struktur, hingga sistem utilitas. 

Verifikasi ini juga mencakup kesesuaian fungsi bangunan dengan perizinan yang telah diberikan. 

Pemeriksaan menyeluruh ini menjadi tahap krusial dalam proses penerbitan Sertifikat Laik Fungsi, karena akan menentukan apakah bangunan tersebut telah memenuhi standar kelaikan dan dapat digunakan secara aman serta legal.

3. Evaluasi Teknis

Evaluasi dilakukan sebagai tahap krusial dalam proses penerbitan Sertifikat Laik Fungsi guna memastikan bahwa bangunan telah memenuhi seluruh ketentuan teknis yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. 

Evaluasi meliputi kekokohan dan stabilitas struktur bangunan, sistem keselamatan kebakaran yang memadai, sanitasi yang layak, pencahayaan alami yang cukup, dan elemen teknis lain yang mendukung kenyamanan serta keamanan penghuni atau pengguna bangunan.

4. Rekomendasi Teknis

Jika bangunan dinilai telah memenuhi seluruh persyaratan teknis dan administratif yang ditetapkan dalam regulasi, maka tim pengkaji atau tim ahli yang melakukan evaluasi akan menyusun dan mengeluarkan rekomendasi teknis. 

Rekomendasi ini menjadi dokumen resmi yang menyatakan bahwa bangunan laik fungsi dan dapat dilanjutkan ke tahap penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) oleh dinas terkait.

5. Penerbitan Sertifikat

Berdasarkan rekomendasi teknis, Dinas terkait akan menerbitkan Sertifikat Laik Fungsi. Masa berlaku Sertifikat Laik Fungsi (SLF) adalah 5 tahun untuk bangunan umum, sedangkan untuk rumah tempat tinggal, masa berlakunya adalah 10 tahun.

Mengurus Sertifikat Laik Fungsi dapat terasa rumit, terutama jika Anda belum terbiasa dengan persyaratan teknis yang berlaku. 

Oleh karena itu, Serasy siap membantu pengurusan SLF Anda secara profesional, cepat, dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Berapa Lama Mengurus SLF?

Proses pengurusan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) umumnya memerlukan waktu antara 14 hingga 30 hari kerja, tergantung pada jenis dan kompleksitas bangunan, serta kelengkapan dokumen yang disiapkan oleh pemohon. 

Untuk jenis bangunan dengan kegunaan sederhana, seperti rumah untuk tempat tinggal, proses pembuatannya cenderung lebih cepat. 

Namun, untuk gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, atau fasilitas umum lainnya, waktu bisa lebih lama karena perlu melalui tahapan pemeriksaan teknis yang lebih detail, termasuk survei lapangan dan validasi sistem keselamatan bangunan. 

Agar proses lebih efisien, disarankan menggunakan jasa konsultan profesional seperti Serasy yang berpengalaman dalam pengurusan SLF sesuai regulasi.

Biaya Pembuatan Sertifikat Laik Fungsi

1. Luas dan Fungsi Bangunan

Semakin besar luas bangunan dan semakin kompleks fungsinya, seperti pada rumah sakit, hotel, pusat perbelanjaan, atau gedung bertingkat lainnya, maka biaya pengurusan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) pun akan meningkat secara signifikan. 

Hal ini disebabkan karena bangunan dengan skala besar dan fungsi yang rumit memerlukan proses evaluasi teknis yang lebih mendalam, waktu pemeriksaan yang lebih lama, serta dokumen pendukung yang lebih banyak dan detail.

2. Kebutuhan Konsultan Pengkaji

Untuk jenis bangunan tertentu yang memiliki fungsi khusus atau kompleksitas teknis tinggi, seperti rumah sakit, pusat perbelanjaan, atau gedung bertingkat, dibutuhkan keterlibatan pengkaji teknis independen. 

Pengkaji ini bertugas melakukan evaluasi mendalam terhadap aspek struktural, sistem proteksi kebakaran, kelistrikan, dan lainnya. 

Biaya jasa profesional adalah salah satu komponen pengeluaran penting dalam pengurusan Sertifikat Laik Fungsi.

3. Biaya Administratif Pemerintah

Setiap pemerintah daerah memiliki standar retribusi atau biaya administrasi tersendiri untuk pengurusan SLF.

4. Kelengkapan Dokumen

Jika dokumen Anda belum lengkap (misalnya belum punya As-Built Drawing atau SLO), maka perlu pengeluaran tambahan untuk menyusunnya.

Sebagai estimasi, biaya pengurusan SLF bisa berkisar antara Rp 10 juta hingga Rp 50 juta, tergantung pada variabel-variabel di atas. 

Agar Anda mendapatkan perhitungan biaya yang akurat, Anda bisa berkonsultasi langsung dengan tim Serasy. Kami akan memberikan estimasi biaya yang transparan dan sesuai kondisi bangunan Anda.

Dapatkan layanan pengurusan SLF dan PBG Anda melalui Serasy.

Sertifikat Laik Fungsi bukan hanya kewajiban hukum, tapi juga bukti bahwa bangunan Anda aman, andal, dan siap digunakan sesuai fungsinya. 

Jangan tunda operasional bangunan Anda. Segera urus Sertifikat Laik Fungsi (SLF) Anda. Mengingat pentingnya SLF, proses pengurusannya harus ditangani oleh tim profesional yang berpengalaman. Serahkan kepada Serasy (PT. Semesta Rancang Symphoni), mitra terpercaya Anda dalam pengurusan SLF, PBG, dan berbagai perizinan bangunan lainnya.

Dengan dukungan tim ahli, pengalaman luas, dan jaringan kuat dengan para pemangku kepentingan, kami siap mempermudah, mempercepat, dan memastikan pengurusan SLF Anda sesuai dengan ketentuan hukum.

Jangan ragu menghubungi kami sekarang untuk konsultasi gratis mengenai kebutuhan Anda.

Percayakan pengurusan Sertifikat Laik Fungsi dan dokumen perizinan bangunan lainnya hanya kepada Serasy.

Baca Juga:  Konsultan Pengkaji Teknis Bangunan Gedung
Facebook
Twitter
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *